
Sinopsis Film Better Man: Perjalanan Emosional Robbie Williams sebagai “Monyet Pertunjukan”
Antiquesatthelaurel.com – 19 Oktober 2025 – Bagi yang penasaran, sinopsis film Better Man mengupas perjalanan karier ikon pop Inggris, Robbie Williams, dengan cara yang sangat unik. Film biopik musikal sensasional ini kembali menyapa audiens Indonesia setelah sebelumnya mencuri perhatian di Jakarta World Cinema 2025. Kini, Anda bisa menyaksikannya melalui layanan streaming KlikFilm. Namun, ini bukanlah film biopik biasa. Sutradara Michael Gracey menyajikan sebuah pendekatan visual yang radikal. Faktanya, ia menggambarkan sang superstar sebagai seekor monyet antropomorfik (CGI). Pendekatan metaforis ini mengubah film menjadi sebuah eksplorasi psikologis yang mendalam.
Mengapa Robbie Williams sebagai Monyet? Membedah Metafora Visual
BACA JUGA : Sinopsis Good News: Satir Kelam di Balik Pembajakan Pesawat Era 70-an
Sutradara memilih untuk menggambarkan Robbie Williams sebagai monyet CGI, yang menjadi jantung narasi film. Ini bukan sekadar gimmick visual. Justru, metafora kuat ini berasal dari cara Robbie melihat dirinya sendiri selama berada di puncak ketenaran. Ia seringkali merasa seperti seekor “monyet pertunjukan” (performing monkey) yang ia latih untuk menghibur. Publik selalu menilai dan mengkritik setiap gerak-geriknya. Monyet CGI ini merepresentasikan perasaan terasing, kerentanan, dan perjuangan batin yang ia alami.
Pendekatan ini memungkinkan film untuk melampaui batasan biopik konvensional. Dengan demikian, film tidak hanya menyajikan reka ulang peristiwa. Sebaliknya, film mengajak penonton untuk merasakan langsung kecemasan dan tekanan psikologis yang Robbie hadapi. Oleh karena itu, setiap adegan yang menampilkan sang monyet adalah sebuah jendela menuju jiwa sang artis yang rapuh.
Akar Kerapuhan: Perjalanan dari Masa Kecil yang Sulit
BACA JUGA : Sinopsis Pesugihan Sate Gagak: Teror di Balik Kekayaan Instan Tiga Sahabat
Sinopsis film Better Man membawa penonton kembali ke masa kecil Robbie Williams. Ia tumbuh di tengah kemiskinan. Film ini menggambarkan bagaimana ketidakhadiran figur ayah secara emosional meninggalkan luka yang dalam. Akan tetapi, di tengah kesulitan itu, ia menemukan sebuah suaka pada neneknya, Betty. Sosok Betty menjadi sumber penghiburan dan dukungan utamanya. Ia adalah orang yang terus-menerus mendorong Robbie untuk berani menjadi diri sendiri.
Bakatnya di dunia pertunjukan sudah terlihat sejak di bangku sekolah. Meskipun ia selalu dihantui oleh rasa takut dan kritik batin, ia berhasil mencuri perhatian dalam sebuah pertunjukan teater. Momen inilah yang menjadi validasi awal atas potensinya. Sebagai seorang remaja, ia menolak nasihat karier konvensional. Kemudian, ia dengan nekat mengejar peluang audisi untuk sebuah boy band. Keputusan inilah yang membawanya ke gerbang ketenaran.
Puncak Ketenaran dan Jurang Kehancuran bersama Take That
BACA JUGA : Ammar Zoni Tak Kenal Tersangka Lain, Pengacara Ungkap Kejanggalan Kasus Narkoba di Rutan
Robbie kemudian berhasil lolos audisi dan bergabung dengan Take That. Bersama grup ini, ia menapaki tangga musik populer dengan kecepatan kilat. Take That menjadi fenomena global. Robbie, dengan pesonanya yang bengal, menjadi salah satu anggota yang paling penggemar gandrungi. Namun, di balik senyum di atas panggung, konflik internal mulai membara. Tekanan ketenaran yang luar biasa dan jadwal yang padat mulai membebani dirinya.
Film ini secara gamblang menggambarkan bagaimana Robbie merasa terkekang. Ia merindukan kebebasan untuk mengekspresikan sisi dirinya yang lebih liar dan otentik. Pada akhirnya, konflik ini mencapai puncaknya. Robbie membuat keputusan drastis untuk keluar dari Take That di puncak popularitas mereka. Langkah ini mengejutkan dunia musik saat itu.
Kelahiran Kembali sebagai Ikon Solo: Lahirnya Lagu “Better Man”
BACA JUGA : Livin’ Fest 2025: Pesta Akbar Bank Mandiri Hadirkan Suho EXO Hingga Enhypen
Meninggalkan Take That adalah sebuah pertaruhan besar. Momen ini menjadi periode paling kelam sekaligus paling transformatif dalam hidupnya. Ia terjerumus ke dalam perjuangan melawan kecanduan dan depresi. Akan tetapi, dari titik terendah inilah, ia menemukan kembali jati dirinya sebagai seorang seniman. Berangkat dari rasa sakit, kemarahan, dan kerinduannya, ia mulai menulis lagu-lagu yang kelak menjadi hits solonya yang legendaris.
Film ini menyoroti proses kreatif di balik lahirnya lagu-lagu ikonik seperti “Angels” dan, tentu saja, “Better Man”. Lagu-lagu ini bukan sekadar produk komersial. Justru, lagu-lagu ini adalah curahan hati yang jujur tentang perjuangannya. Sebuah upaya untuk berdamai dengan masa lalu dan menjadi versi dirinya yang lebih baik.
Pengakuan Kritis dan Pesan Inspiratif
Better Man tidak hanya menyentuh hati penonton, tetapi juga meraih pujian dari para kritikus. Film ini mendominasi AACTA Awards (Piala Oscar-nya Australia). Ia memenangkan sembilan penghargaan, termasuk kategori paling prestisius, Film Terbaik. Selain itu, tim efek visualnya yang revolusioner juga meraih nominasi di ajang BAFTA.
Direktur KlikFilm, Frederica, mengungkapkan kebanggaannya dapat kembali menghadirkan film ini. Ia ingin film ini menjangkau audiens Indonesia yang lebih luas. “Kami percaya, kisah perjuangan Robbie Williams akan menyentuh banyak hati,” katanya. Ia berharap film ini dapat memberikan inspirasi bahwa setiap orang bisa bangkit dan berdamai dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, sinopsis film Better Man lebih dari sekadar kisah seorang bintang pop. Ini adalah sebuah narasi universal tentang perjuangan manusia melawan iblis di dalam dirinya sendiri.